Malaysia Top News

Info Dan Hiburan Terbaik!

Mesti BACA!! Percakapan Terakhir Pilot Air Asia dengan ATC

















Kapten Pilot Irianto, pilot pesawat AirAsia yang hilang kontak. (ibtimes.co.uk)

TEMPO.COJakarta - Ada sekitar dua minit percakapan antara Kapten Irianto, pilot Air Asia QZ 8501 dan Air Traffic Controller (ATC) di Bandara Soekarno Hatta sesaat sebelum pesawat itu menghilang dari pantauan radar. Rakaman percakapan diungkap oleh AirNav Indonesia--lembaga penyelenggara navigasi Indonesia.

Menurut Direktur Keselamatan dan Standar AirNav Indonesia Wisnu Darjono, percakapan itu dimulai dengan permintaan Irianto untuk terbang lebih tinggi. "Flight level 380," kata Irianto, seperti dituturkan Wisnu Darjono kepada Tempo, menirukan percakapan dalam rekaman AirNav itu, Senin, 30 Desember 2014.


Level 380 adalah kode untuk ketinggian 38 ribu kaki atau setara 11,58 kilometer. Saat meminta terbang lebih tinggi, pilot Air Asia terbang pada ketinggian 32 ribu kaki atau setara 9,75 kilometer.(baca: Kasus Air Asia, Mengapa Pesawat Bisa Hilang Kontak?)



Menurut Wisnu, ATC tidak tahu persis alasan pilot pesawat Air Asia QZ8510 meminta izin untuk menaikkan ketinggian pesawat. Sang pilot tak menjelaskan permintaan tersebut. "Tidak ada informasi, hanya minta naik ke level 380," katanya.



Menurut Wisnu, ATC tak langsung menyetujui permintaan pilot Air Asia untuk menanjak ke ketinggian 38 ribu kaki. Sebab, ada enam pesawat lain yang berada di sekitarnya. ATC, kata Wisnu, baru memberikan persetujuan setelah dua menit setelah pesawat terdekat selesai melintas. "Pada waktu dua menit akan disetujui, QZ 8501 dipanggil sudah tidak ada," ujarnya.



Wisnu menjelaskan, pilot Air Asia tak menjelaskan alasan berpindah ketinggian. Padahal, kata dia, pesawat yang meminta izin untuk menaikkan ketinggian karena faktor cuaca akan diberikan prioritas. (baca dibawah: Begini Kondisi Awan Saat AirAsia Hilang Kontak ):


Begini Kondisi Awan Saat AirAsia Hilang Kontak   

















Seorang petugas dari BASARNAS di Medan, Sumatera Utara menentukan poin posisi penerbangan AirAsia hilang dari perairan Indonesia 28 Desember 2014. SUTANTA ADITYA/AFP/Getty Images

Adapun enam pesawat yang melintas di sekitar Air Asia saat kejadian, menurut catatan website pemantau lalu lintas udara Flightradar24 adalah Lion Air JT626 Jakarta-Tarakan, Lion Air JT763 Balikpapan-Jakarta, Garuda Indonesia GA531 Banjarmasin-Jakarta, AirAsia QZ502 Denpasar-Singapura, Emirates EK409 Melbourne-Kuala Lumpur, AirAsia QZ550 Denpasar-Kuala Lumpur. (Baca: ATC Sempat Siapkan Jalur Baru untuk AirAsia)


Pesawat Air Asia dengan nomor penerbangan QZ8501 hilang dari pantauan radar otoritas penerbangan Indonesia pada Ahad pagi, 28 Desember 2014. Pesawat jurusan Surabaya-Singapura berpenumpang 155 orang dan 7 awak ini, terakhir kali terekam berada di atas perairan Belitung pada pukul 06.17. (baca: Mirip MH370, Sinyal ELT Air Asia Lenyap di Laut ?)


Kemarin, Kementerian Perhubungan mengumumkan kronologi hilangnya pesawat Air Asia. Berikut 42 menit penerbangan QZ8501 sebelum pesawat itu hilang dari pantauan radar: (Baca: Mengapa ELT dan Pinger AirAsia Tak Berbunyi?):

Mengapa ELT dan Pinger AirAsia Tak Berbunyi?
Aircraft cockpit data recorder atau biasa disebut black box, milik penerbangan komersil. Honeywell pabrik pembuat blackbox mengatakan ketangguhan kotak tersebut pada pesawat Air France Penerbangan 447 yang jatuh dan tenggelam di samudra atlantik, black box tersebut tidak hancur dan tetap utuh. Disebut kotak hitam walaupun berwarna oranye terang. Joshua Roberts/Bloomberg via Getty Images.

TEMPO.COJakarta - Tim dari Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mempertanyakan, mengapa dua alat yang membantu navigasi ketika terjadi kondisi darurat dalam pesawat AirAsia QZ8501 itu tak berbunyi. Idealnya, dalam semua pesawat terpasang dua alat yang membantu navigasi akan bereaksi, terutama ketika terjadi benturan keras. Dua alat itu Emergency Locater Transmitter (ELT) dan Pinger yang menempel di black box AirAsia.


"ELT dan Pinger di AirAsia itu akan memancarkan sinyal, sehingga akan memudahkan melacak koordinat ketika ada kondisi darurat, seperti jatuh atau kecelakaan," kata Ketua KNKT Tatang Kurniadi, Ahad, 28 Desember 2014.

Seharusnya, ELT AirAsia akan langsung mengirimkan sinyal ke satelit jika terjadi dentuman atau hentakan keras. Kebanyakan dalam kasus kecelakaan pesawat di darat, penentuan koordinat lokasi kecelakaan mudah dilakukan karena ada ELT yang akan mengirimkan sinyal. "Alat itu, jika mengirim sinyal, akan ditangkap oleh Basarnas. Basarnas yang punya pemantaunya," kata Tatang.

Adapun pinger adalah alat yang akan mengeluarkan bunyi apabila jatuh ke dalam air. Bunyi pinger AirAsia itu akan terdeteksi oleh sonar detector. "Untuk mengetahui bunyi ini juga tak mudah, harus ditemukan minimal serpihan pesawat untuk mengetahui koordinat pasti, lalu membawa alat pembaca sonar itu ke lokasi," ujar Tatang. 

ELT dan pinger tak akan hancur dalam kondisi kecelakaan. ELT akan terlontar dari pesawat jika terjadi kecelakaan untuk mengirimkan sinyal. Sementara pinger yang menempel di black box akan aman dari hantaman. Usia baterai pinger diklaim dapat awet hingga satu bulan. 

Hingga saat ini, Basarnas tak mendapatkan tanda atau sinyal dari ELT. Oleh sebab itu, Djoko Murjatmodjo, Plt Direktur Jenderal Perhubungan Udara, optimistis pesawat AirAsia yang hilang kontak di wilayah udara Indonesia tak alami kecelakaan. "Data ELT di Basarnas belum mendeteksi ada kecelakaan, jadi belum berasumsi apa-apa," ujar Djoko. 




sumber: tempo.co(jakarta)

0 Komentar untuk "Mesti BACA!! Percakapan Terakhir Pilot Air Asia dengan ATC"

 
Copyright © 2014 Malaysia Top News - All Rights Reserved
Template By. Catatan Info